Cerpen "Kedondong di Parut"
Cerpen saya kali ini berjudul kedondong di parut, langsung ke ceritanya ==>>
Tiga hari ini pos ronda kelihatan sunyi, karena Palui yang suka meramaikan sedangkan dalam keaadaan sakit.
Setelah jam 07:00 malam Garbus dan Tulamak pergi menjenguk Palui, tidak enak juga melihat kawan sakit. Walaupun tidak membawa makanan yang terpenting bisa menjenguk.
"Apa yang kamu pikir Lui", kata Garbus waktu melihat Palui melamun di tempat tidur nya dan tidak bergerak sama sekali.
Yang di tanya tidak menyahut malah istrinya yang menjawab.
"kata dokter dia kena penyakit cikungunya, tidak bisa bergerak sama sekali dan seluruh tubuhnya terasa sakit katanya", kata istri Palui sambil membuatkan minuman buat mereka.
"Penyakit ini sangat gampang obatnya, biasanya cikungunya itu obatnya kedondong di parut saja, makin banyak semakin bagus", sahut Tulamak kelihatan meyakinkan.
Setelah mereka pulang, Palui menyuruh istrinya meminta buah kedondog di tempat saudaranya di kampung sebelah. "Cari sebanyak - banyaknya ya bu.., kalau bisa satu karung", kata Palui.
Malam berikutnya, Garbus dan Tulamak nongkrong di warung ibu Isul. Datang istri Palui sambil marah - marah.
"Bagaimana kamu ini mak, suami ku bukannya sembuh, tapi malah tambah parah setelah di obati sama kedondong saran kamu itu, coba lihat sana dia kesakitan betul di rumah. Sekarang aku mau memanging dokter dulu", kata istri Palui kelihatan jengkel.
Setelah memdengar itu mereka langsung pergi ke rumah Palui.
Sampai di rumah Palui, teryata benar Palui malah tambah parah, untuk mengerakan tubuhnya saja susah sekali.
Setelah di lihat- lihat dengan teliti, Garbus dan Tulamak malah tertawa terbahak - bahak.
Gimana tidak tambah parah, kedondong sekarung lengkap dengan karung nya di taruh di atas perut Palui, ada 10 kg mungkin beratnya.
Ha ha ha.....,Garbus dan Tulamak tertawa terbahak - bahak.
"Orang sehat pun bisa sakit kalau di atas perutnya ada kedondong satu karung, apalagi yang sedang sakit", kata Garbus.
"Maksud ku itu kedondong yang di parut sama parutan setelah itu baru parutan kedondong tadi di tempelkan pada tubuh yang terasa sakit", kata Tulamak menjelaskan.
Palui diam tak bersuara sedikit pun sambil melirik ke istrinya yang sedak menunduk karena merasa bersalah.
"Tulamak kemarin kurang lengkap ngasih resepnya, saya kira taruh di atas perut saja makanya sekarung saya taruh, gak tahunya di parut sama parutan", kata istri Palui sambil menahan ingin tertawa.
Palui ngomel - ngomel marah pada istrinya sambil menurunkan kedondong yang hampir satu hari menindih perutnya.
Sekian
Category: Short story
0 komentar